Keberadaan kaum LGBT memang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat perkotaan. Tidak sedikit tempat di setiap sudut kota besar selalu diramaikan dengan hingar bingar kehidupan malam yang serba glamour, dan ditempat seperti itulah kaum LGBT seringkali dapat kita temui, termasuk kota Yogyakarta. Keberadaan kaum LGBT ini di tengah-tengah masyarakat menuai kontroversi. Hal ini dikarenakan kaum LGBT ini dianggap sebagai kaum minoritas yang memiliki penyimpangan orientasi seksual.
Ironisnya, Keberadaan LGBT ini selain mendapat perlakuan yang diskriminasi dari masyarakat namun juga banyak yang menjadi objek penghinaan bahkan kekerasan, karena dianggap bertentangan dengan budaya dan agama. Banyaknya kekerasan yang diterima mengakibatkan mereka pergi dan berkumpul dengan sesama. Akhirnya, komunitas LGBT terkesan ekslusif dan bertindak sembunyi-sembunyi.
Ditengah masyarakat dengan budaya Jawa dan adat ketimuran, kaum LGBT ini semakin merasa dipinggirkan oleh masyarakat. Keberadaan kaum LGBT dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang berkembang di Indonesia. Penyimpangan seksual yang mereka miliki dianggap sebagai dampak buruk globalisasi budaya barat yang melegalkan kaum ini dan dikhawatirkan akan mempengaruhi masyarakat lainnya. Tidak sedikit masyarakat yang memiliki stigma negatif terhadap kaum ini tidak berfikir bahwa munculnya orientasi seksual yang menyimpang ini, tidak sekedar keinginan dari individu mereka sendiri, namun juga merupakan bentukan dari konstruksi sosial yang mempengaruhi kondisi psikologis dari para penderita.
Indonesia sebagai negara hukum dan penegak HAM, dan merupakan salah satu negara yang turut meratifikasi International Covenan on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) sudah semestinya warga masyarakatnya mendapatkan perlakuan yang layak dan perlindungan sama dalam berbagai kehidupan masyarakat, seperti akses terhadap lapangan pekerjaan, pendidikan, dan jaminan keamanan sosial yang lain. Namun, pemerintahpun dalam hal ini belum dapat berbuat banyak terhadap kaum LGBT.
Dalam penelitian ini, kelompok kami bukan sebagai pihak yang pro LGBT atau yang anti LGBT, karena kelompok kami sendiri menyadari bahwa tidak semua hak dapat diberikan kepada setiap orang. Namun, yang menjadi keprihatinan kelompok kami dalam melihat kaum LBGT ini juga merupakan warga negara Indonesia yang seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama oleh pemerintah, namun seringkali masyarakat lain dan pemerintah lupa bahwa kaum ini juga merupakan bagian dari warga negara. Dan pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan hak-hak asasi kaum LGBT ini.
About CESCR (Convenant on Economic, Social and Cultural Rigts)
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (selanjutnya disingkat CESCR), meupakan salah satu kovenan yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1966 sebagai pelaksanaan dari prinsip-prinsip yang dimuat dalam DUHAM 1948. Kovenan ini memuat 27 article, yang keseluruhannya memuat tentang butir-butir yang mengatur hak-hak ekonomi, social, dan budaya.
Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Hak-hak EKOSOB) adalah hak dasar manusia yang harus dilindungi dan dipenuhi agar manusia terlindungi martabat dan kesejahteraannya. Hak EKOSOB merupakan bagian yang tak terpisahkan dari HAM. Hak EKOSOB mempunyai nilai intrinsik. Hak-hak ini menciptakan kondisi bagi peningkatan kapabilitas dengan menghapuskan deprivasi. Hak-hak ini memungkinkan kebebasan untuk menentukan cara hidup yang kita hargai. Potensi manusia bisa diekspresikan melalui hak-hak sipil dan politik namun pengembangan potensi tersebut membutuhkan keadaan-keadaan sosial dan ekonomi yang memadai. Dalam bidang HAM, hak ekonomi, sosial dan budaya sangat sering ditempatkan pada status sekunder oleh kalangan pemerintahan maupun organisasi non-pemerintah.
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum dan yang sejak kelahirannya pada tahun 1945 menjunjung tinggi HAM. Meskipun dibuat sebelum diproklamasikannya DUHAM, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sudah memuat ketentuan tentang penghormatan beberapa HAM yang sangat penting, seperti hak semua bangsa atas kemerdekaan (alinea pertama Pembukaan), hak atas kewarganegaraan (Pasal 26), persamaan kedudukan semua warga negara Indonesia di dalam hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1), hak warga negara Indonesia atas pekerjaan (Pasal 27 ayat 2), hak setiap warga negara Indonesia atas kehidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat 2), hak berserikat dan berkumpul bagi setiap warga negara (Pasal 28), hak setiap penduduk untuk memeluk dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing (Pasal 19 ayat 2), dan hak setiap warga negara Indonesia atas pendidikan (Pasal 31 ayat 1). Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya merupakan instrumen-instrumen internasional utama mengenai HAM dan lazim bagi pemerintah Indonesia, yang menjunjung tinggi HAM, untuk meratifikasinya.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, social, and Cultural Right) pada Oktober 2005. Ratifikasi ini ditandai dengan terbitnya UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social and Cultural Right (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).
Dengan diratifikasinya kovenan ini, negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi Hak-hak tersebut kepada warganya. Penyelenggara negara, baik eksekutif maupun legislatif, dituntut berperan aktif dalam melindungi dan memenuhi Hak-hak EKOSOB karena mereka yang secara efektif memiliki kewenangan menentukan alokasi sumber daya nasional. Indonesia diwajibkan untuk menyesuaikan semua aturan dengan hak-hak EKOSOB dalam jangka waktu satu tahun setelah ratifikasi dan diharapkan menyerahkan laporan kepada komisi PBB untuk EKOSOB mengenai pencapaian negara.
Penegakan dan perlindungan hak EKOSOB patut menjadi concern semua warga masyarakat. Sangat tidak mungkin untuk bergantung sepenuhnya terhadap pemerintah, peran masyarakat luas patut untuk dilibatkan. Sebagai bangsa yang demokratis, peranan masyarakat sipil dapat menjadi alternatif dalam melindungi dan menjaga hak EKOSOB. Masyarakat sipil yang tergabung dalam berbagai ormas atau LSM dapat berperan aktif dalam mempengaruhi para pengambil kebijakan atau proses legislasi di parlemen. Aspek lain yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan media (baik cetak maupun elektronik), dengan membuat berbagai opini yang menjurus pada pentingnya penegakan hak-hak EKOSOB.
Hal-hal yang diatur dalam ICESCR:
Bagian Pertama memuat hak setiap penduduk untuk menentukan nasib sendiri dalam hal status politik yang bebas serta pembangunan ekonomi, sosial dan budaya.
Bagian Kedua memuat kewajiban negara untuk melakukan semua langkah yang diperlukan dengan berdasar pada sumber daya yang ada dalam mengimplementasikan Kovenan dengan cara-cara yang efektif, termasuk mengadopsi kebijakan yang diperlukan.
Bagian Ketiga memuat jaminan hak-hak warga yaitu:
1. Hak atas pekerjaan
2. Hak mendapatkan program pelatihan
3. Hak mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik
4. Hak membentuk serikat buruh
5. Hak menikmati jaminan sosial, termasuk asuransi sosial
6. Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan
7. Hak atas standar hidup yang layak termasuk pangan, sandang, dan perumahan
8. Hak terbebas dari kelaparan
9. Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
10. Hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar secara Cuma-Cuma
11 Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya
Bagian Keempat memuat kewajiban negara untuk melaporkan kemajuan yang telah dicapai dalam pemenuhan Hak-hak EKOSOB ke Sekretaris Jenderal PBB dan Dewan EKOSOB.
Bagian Kelima memuat Ratifikasi negara. Diantara banyak hak yang dimuat dalam Hak-hak EKOSOB, ada hak yang paling mendasar sebagai basis terpenuhinya Hak-hak EKOSOB, yakni Hak tas Pendidikan dan Kesehatan.
Ditengah masyarakat dengan budaya Jawa dan adat ketimuran, kaum LGBT ini semakin merasa dipinggirkan oleh masyarakat. Keberadaan kaum LGBT dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang berkembang di Indonesia. Penyimpangan seksual yang mereka miliki dianggap sebagai dampak buruk globalisasi budaya barat yang melegalkan kaum ini dan dikhawatirkan akan mempengaruhi masyarakat lainnya. Tidak sedikit masyarakat yang memiliki stigma negatif terhadap kaum ini tidak berfikir bahwa munculnya orientasi seksual yang menyimpang ini, tidak sekedar keinginan dari individu mereka sendiri, namun juga merupakan bentukan dari konstruksi sosial yang mempengaruhi kondisi psikologis dari para penderita.
Indonesia sebagai negara hukum dan penegak HAM, dan merupakan salah satu negara yang turut meratifikasi International Covenan on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) sudah semestinya warga masyarakatnya mendapatkan perlakuan yang layak dan perlindungan sama dalam berbagai kehidupan masyarakat, seperti akses terhadap lapangan pekerjaan, pendidikan, dan jaminan keamanan sosial yang lain. Namun, pemerintahpun dalam hal ini belum dapat berbuat banyak terhadap kaum LGBT.
Dalam penelitian ini, kelompok kami bukan sebagai pihak yang pro LGBT atau yang anti LGBT, karena kelompok kami sendiri menyadari bahwa tidak semua hak dapat diberikan kepada setiap orang. Namun, yang menjadi keprihatinan kelompok kami dalam melihat kaum LBGT ini juga merupakan warga negara Indonesia yang seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama oleh pemerintah, namun seringkali masyarakat lain dan pemerintah lupa bahwa kaum ini juga merupakan bagian dari warga negara. Dan pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan hak-hak asasi kaum LGBT ini.
About CESCR (Convenant on Economic, Social and Cultural Rigts)
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (selanjutnya disingkat CESCR), meupakan salah satu kovenan yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1966 sebagai pelaksanaan dari prinsip-prinsip yang dimuat dalam DUHAM 1948. Kovenan ini memuat 27 article, yang keseluruhannya memuat tentang butir-butir yang mengatur hak-hak ekonomi, social, dan budaya.
Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Hak-hak EKOSOB) adalah hak dasar manusia yang harus dilindungi dan dipenuhi agar manusia terlindungi martabat dan kesejahteraannya. Hak EKOSOB merupakan bagian yang tak terpisahkan dari HAM. Hak EKOSOB mempunyai nilai intrinsik. Hak-hak ini menciptakan kondisi bagi peningkatan kapabilitas dengan menghapuskan deprivasi. Hak-hak ini memungkinkan kebebasan untuk menentukan cara hidup yang kita hargai. Potensi manusia bisa diekspresikan melalui hak-hak sipil dan politik namun pengembangan potensi tersebut membutuhkan keadaan-keadaan sosial dan ekonomi yang memadai. Dalam bidang HAM, hak ekonomi, sosial dan budaya sangat sering ditempatkan pada status sekunder oleh kalangan pemerintahan maupun organisasi non-pemerintah.
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum dan yang sejak kelahirannya pada tahun 1945 menjunjung tinggi HAM. Meskipun dibuat sebelum diproklamasikannya DUHAM, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sudah memuat ketentuan tentang penghormatan beberapa HAM yang sangat penting, seperti hak semua bangsa atas kemerdekaan (alinea pertama Pembukaan), hak atas kewarganegaraan (Pasal 26), persamaan kedudukan semua warga negara Indonesia di dalam hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1), hak warga negara Indonesia atas pekerjaan (Pasal 27 ayat 2), hak setiap warga negara Indonesia atas kehidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 27 ayat 2), hak berserikat dan berkumpul bagi setiap warga negara (Pasal 28), hak setiap penduduk untuk memeluk dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing (Pasal 19 ayat 2), dan hak setiap warga negara Indonesia atas pendidikan (Pasal 31 ayat 1). Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya merupakan instrumen-instrumen internasional utama mengenai HAM dan lazim bagi pemerintah Indonesia, yang menjunjung tinggi HAM, untuk meratifikasinya.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, social, and Cultural Right) pada Oktober 2005. Ratifikasi ini ditandai dengan terbitnya UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social and Cultural Right (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).
Dengan diratifikasinya kovenan ini, negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi Hak-hak tersebut kepada warganya. Penyelenggara negara, baik eksekutif maupun legislatif, dituntut berperan aktif dalam melindungi dan memenuhi Hak-hak EKOSOB karena mereka yang secara efektif memiliki kewenangan menentukan alokasi sumber daya nasional. Indonesia diwajibkan untuk menyesuaikan semua aturan dengan hak-hak EKOSOB dalam jangka waktu satu tahun setelah ratifikasi dan diharapkan menyerahkan laporan kepada komisi PBB untuk EKOSOB mengenai pencapaian negara.
Penegakan dan perlindungan hak EKOSOB patut menjadi concern semua warga masyarakat. Sangat tidak mungkin untuk bergantung sepenuhnya terhadap pemerintah, peran masyarakat luas patut untuk dilibatkan. Sebagai bangsa yang demokratis, peranan masyarakat sipil dapat menjadi alternatif dalam melindungi dan menjaga hak EKOSOB. Masyarakat sipil yang tergabung dalam berbagai ormas atau LSM dapat berperan aktif dalam mempengaruhi para pengambil kebijakan atau proses legislasi di parlemen. Aspek lain yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan media (baik cetak maupun elektronik), dengan membuat berbagai opini yang menjurus pada pentingnya penegakan hak-hak EKOSOB.
Hal-hal yang diatur dalam ICESCR:
Bagian Pertama memuat hak setiap penduduk untuk menentukan nasib sendiri dalam hal status politik yang bebas serta pembangunan ekonomi, sosial dan budaya.
Bagian Kedua memuat kewajiban negara untuk melakukan semua langkah yang diperlukan dengan berdasar pada sumber daya yang ada dalam mengimplementasikan Kovenan dengan cara-cara yang efektif, termasuk mengadopsi kebijakan yang diperlukan.
Bagian Ketiga memuat jaminan hak-hak warga yaitu:
1. Hak atas pekerjaan
2. Hak mendapatkan program pelatihan
3. Hak mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik
4. Hak membentuk serikat buruh
5. Hak menikmati jaminan sosial, termasuk asuransi sosial
6. Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan
7. Hak atas standar hidup yang layak termasuk pangan, sandang, dan perumahan
8. Hak terbebas dari kelaparan
9. Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
10. Hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar secara Cuma-Cuma
11 Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya
Bagian Keempat memuat kewajiban negara untuk melaporkan kemajuan yang telah dicapai dalam pemenuhan Hak-hak EKOSOB ke Sekretaris Jenderal PBB dan Dewan EKOSOB.
Bagian Kelima memuat Ratifikasi negara. Diantara banyak hak yang dimuat dalam Hak-hak EKOSOB, ada hak yang paling mendasar sebagai basis terpenuhinya Hak-hak EKOSOB, yakni Hak tas Pendidikan dan Kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar