Hello Kitty Winking Pointer

Senin, 29 Februari 2016

ALAT MUSIK SUNDA

KARINDING

Karinding


   KARINDING adalah alat yang digunakan oleh para karuhun untuk mengusir hama di sawah. Bukan hanya digunakan untuk kepentingan bersawah, para karuhun memainkan karinding ini dalam ritual atau upaca adat. Maka sampai sekarang pun karinding masih digunakan sebagai pengiring pembacaan rajah.
Beberapa sumber menyatakan bahwa karinding telah ada bahkan sebelum adanya kecapi. Jika kecapi telah berusia sekira lima ratus tahunan maka karinding diperkirakan telah ada sejak enam abad yang lampau. Dan ternyata karinding pun bukan hanya ada di Jawa Barat atau priangan saja, melainkan dimiliki berbagai suku atau daerah di tanah air, bahkan berbagai suku di bangsa lain pun memiliki alat musik ini–hanya berbeda namanya saja. Di Bali menamainya genggong, Jawa Tengah menamainya rinding, karimbi di Kalimantan, dan beberapa tempat di “luar” menamainya dengan zuesharp. Dan istilah musik modern biasa menyebut karinding ini dengan sebutan harpa mulut. Dari sisi produksi suara pun tak jauh berbeda, hanya cara memainkannya saja yang sedikit berlainan; ada yang di trim (di getarkan dengan di sentir), di tap ( dipukul), dan ada pula yang di tarik dengan menggunakan benang. Sedangkan karinding yang di temui di tataran Sunda dimainkan dengan cara di tap atau dipukul.
Material yang digunakan untuk membuat karinding, ada dua jenis: pelepah kawung dan bambu.
Karinding umumnya berukuran: panjang 10 cm dan lebar 2 cm. Namun ukuran ini tak berlaku mutlak; tergantung selera dari pengguna dan pembuatnya—karena ukuran ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap bunyi yang diproduksi.
Karinding terbagi menjadi tiga ruas: ruas pertama menjadi tempat mengetuk karinding dan menimbulkan getaran di ruas tengah. Di ruas tengah ada bagian bambu yang dipotong hingga bergetar saat karindingdiketuk dengan jari. Dan ruas ke tiga (paling kiri) berfungsi sebagai pegangan.
Cara memainkan karinding cukup sederhana, yaitu dengan menempelkan ruas tengah karinding di depan mulut yang agak terbuka, lalu memukul atau menyentir ujung ruas paling kanan karinding dengan satu jari hingga “jarum” karinding pun bergetar secara intens. Dari getar atau vibra “jarum” itulah dihasilkan suara yang nanti diresonansi oleh mulut. Suara yang dikeluarkan akan tergantung dari rongga mulut, nafas, dan lidah. Secara konvensional—menurut penuturan Abah Olot–nada atau pirigan dalam memainkan karinding ada empat jenis, yaitu: tonggeret, gogondangan, rereogan, dan iring-iringan.


ANGKLUNG
Angklung


ANGKLUNG adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.
Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.

BONANG
Bonang
BONANG adalah alat musik sunda yang terbuat dari bahan logam perunggu yang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat bantu pemukul. Bentuk alat musik Bonang seperti bentuk Goong, namun ukuran lebih kecil.
yang menjadi sumber bunyi bonang adalah bahanyang terbuat dri logam perunggu atau besi. Bonang yang baik terbuat dari logam perunggu.
Untuk memainkan Bonang, dipergunakan alat pemukul yang terbuat dari bahan kayu yang dibulatkan dan dibungkus oleh kain yang dililit benang-benang. Kedua alat pukul dipegang tangan sebelah kiri dan sebelah kanan. Alat pukul di-tabuh-kan pada bagian tengah penclon Bonang, untuk mendapatkan bunyi yang cepat.
 

JENGLONG
Jenglong
 
JENGLONG adalah alat musik yang dibuat dari perunggu, kuningan atau besi yang berdiameter antara 30 sampai dengan 40 cm. Dalam suatu ancak atau kakanco terdiri atas 6 buah kromong. Penclon pada alat musik Jenglong berjumlah 6 buah yang terdiri dari nada 5 (la) hingga 5 (la) di bawahnya (1 oktaf), dengan wilayah nada yang lebih rendah dari Bonang. Penclon-penclon ini digantung dengan tali pada penyangga yang berbentuk tiang gantungan. Jenglong bertugas sebagai balunganing gending (bass; penyangga lagu) yakni sebagai penegas melodi Bonang.

SARON
Saron


SARON adalah alat musik jenis pukul ber-bilah, terdiri 7 atau 14 bilah yang terbuat dari bahan logam perunggu yang dimainkan dengan cara dipukul, mempergunakan alat bantu pemukul. Saron
merupakan jenis alat musik yang tergabung dalam perangkat gamelan. Saron adalah alat musik yang bersuara nyaring atau keras.
 
SULING
Suling

 
SULING adalah alat musik jenis tiup yang terbuat dari bahan bambu berlubang (4,5 dan 6), yang dimainkan dengan cara ditiup. Suling dipergunakan untuk membawakan melodi lagu, baik untuk mengiringi vokal (Tembang dan Kawih) maupun untuk dimainkan sendiri.
 
KENDANG
Kendang

KENDANG adalah waditra jenis alat tepuk terbuat dari kulit, yang dimainkan dengan cara ditepuk. Fungsinya sebagai pengatur irama lagu. Kendang merupakan waditra yang tergabung dalam perangkat gamelan.
Kendang biasa disebut Gendang, asal kata dari Ke dan Ndang (artinya Cepat) dalam bahasa Jawa. Pernyataan ini sesuai dengan fungsi waditra Kendang yaitu untuk mempercepat dan memperlambat irama. (kecuali dalam Gamelan Degung).
Berdasarkan ukuran bentuk terdapat 3 jenis waditra Kendang Sunda, antara lain:
1. Kendang Gede atau besar, dipergunakan dalam Kendang Penca sebagai iringan Pencak Silat.
2. Kendang Gending atau sedang, Kendang yang biasa dipergunakan dalam Wayangan, Kacapian dan lain-lain.
3. Kulanter adalah Kendang yang berukuran kecil. Kendang ini berperan untuk menambah variasi tabuhan Kendang sedang, sebab pemakaiannya tidak terlepas dari Kendang sedang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar