Sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk Agama Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (masjid). Dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan. Sumpah ini adalah tradisi lokal yang masih terjaga menerapkan norma-norma adat. Sumpah pocong dilakukan guna membuktikan suatu tuduhan atas kasus yang sedikit bukti atau bahkan yang tidak ada bukti sama sekali.
Di dalam sistem pengadilan Indonesia, sumpah ini lebih dikenal dengan sumpah mimbar dan merupakan salah satu pembuktian yang dijalankan oleh pengadilan dalam memeriksa perkara-perkara perdata, walaupun sumpah pocong ini tidak diatur dalam ketentuan Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata. Sumpah Mimbar lahir karena adanya perselisihan antara seseorang sebagai penggugat melawan orang lain sebagai tergugat, biasanya berupa hak-hak tanah, perebutan harta warisan, hutang-piutang dan sebagainya.
Sumpah ada dua macam yaitu Sumpah Suppletoir dan Sumpah Decisoir. Sumpah Suppletoir atau disebut juga dengan sumpah tambahan. Sumpah tambahan dilakukan apabila sudah ada bukti permulaan tapi belum bisa meyakinkan kebenaran fakta, karena itu perlu ditambah sumpah. Dalam keadaan tanpa bukti sama sekali, hakim akan memberikan sumpah Decisoir atau disebut juga sumpah pemutus yang sifatnya tuntas atau selesai menyelesaikan perkara. Dengan menggunakan alat sumpah Decisoir, putusan hakim akan semata-mata tergantung pada bunyi sumpah dan keberanian pengucap sumpah. Agar memperoleh kebenaran yang mutlak, karena keputusan berdasarkan semata-mata pada bunyi sumpah, maka sumpah itu dikaitkan dengan sumpah pocong. Sumpah pocong dilakukan untuk memberikan dorongan psikologis pada pegucap sumpah itu agar tidak berdusta atau berbohong.